Skip to main content

Persepsi tentang Teritorialitas Dalam Konteks Tourist Enviromental Behaviour


Persepsi tentang Teritorialitas Dalam Konteks Environmental Behaviour
Kaitan privasi dengan teritorial adalah bahwa perlakuan untuk memperoleh privasi secara tidak langsung membentuk adanya penandaan teritory. Kembali pada persoalan binatang dan manusia, lebih jauh malah dinyatakan bahwa faktor budaya memainkan peranan penting dalam penandaan teritory manusia yang membedakan dengan teritori pada dunia binatang (David Stea,1965). Hal yang membedakan teritori binatang dan manusia adalah bahwa manusia masih bisa untuk melayani pendatang di wilayah teritorynya dengan beberapa pengecualian (karena adanya norma budaya yang mengatur), namun binatang akan mengusir siapapun yang melanggar wilayah teritorinya.
 Dalam masalah mempertahankan teritorial ini ternyata bahwa semakin intensif ditunjukkan penandaan kepemilikan teritorial ini (misalnya dengan simbol, tanda) akan dapat mengurangi rangsangan vandalism atau serangan terhadap teritori tersebut, artinya timbul rasa hormat terhadap teritoru tersebut. Ini juga yang membedakan antara binatang dan manusia. Ada juga kesamaan meski tidak similar terutama mengenai keluasan teritorial antara binatang dan manusia.
Edney tahun 1975 melakukan penelitian bahwa ada indikasi beberapa kelompok punya teritorial tidak sama besar dan ada yang lebih luas. Studi terhadap binatang menunjukkan kalau bintang yang dominan (besar, kuat, banyak, buas) memiliki teritorial yang lebih luas. Hal ini ditandai juga berlaku pada manusia (kekuasaan, kekayaan, pengaruh yang menjadikan teritorialnya menjadi menggelembung). Tetapi kadang juga ditemukan manusia dengan teritorial yang sempit tapi punya wilayah kerja yang sungguh luas.
1.      Personal Space wisawatan
Personal Space pertama kali dinyatakan oleh Katz (1937). Secara konseptual personal space terutama bertujuan sebagai communication function and protective function dalam bentuk pengaruh spatial distance yang berkaitan dengan proxemic (Edward T.Hall.1966). Proxemic adalah jarak yang berbeda yang menimbulkan perilaku khas penerimaan indera antar – pribadi yang terlibat dalam jarak-jarak tersebut. Dalam konteks ini, jarak antara individu menentukan kualitas dan kuantitas rangsangan yang menjadi perubah. Jarak juga mengkomunikasikan informasi tentang type hubungan antar individu (hubungan intim atau kurang intim tergantung dari jarak antar individu).
Personal space adalah suatu wilayah maya berupa space yang berpusat pada fisik seseorang tersebut dengan radius tertentu yang merupakan wilayah privacy. Personal space ini tidak nyata, bergerak sesuai pergerakan manusianya, keluasannya tergantung pada seberapa dekat individu tersebut berinteraksi fisik. Ukuran personal space sesuai kebutuhan proteksi dan berkomunikasi yang dibutuhkan tergantung situasi yang terjadi
Tiap individu mempunyai perbedaan spatial space behaviornya. Perbedaan spatial space behavior ini merefleksikan perbedaan pengalaman yang dialami dalam pengelolaan spatial space behavior sehubungan dengan fungsinya sebagai daya proteksi dan daya komunikasi. Yang menyebabkan perbedaan tanggapan spatial space behavior ini antara lain jenis kelamin, daya juang, budaya, ego state, status sosial, lingkungan, dan derajat kekerabatan (affinity). Lebih jauh hal ini akan menentukan kualitas dan keluasan personal space yang dimiliki tiap individu

2.      Ruang Publik Wisatawan
Melalui buku Civil Society and the Political Public Sphere, Jurger Habermas memaparkan bagaimana sejarah dan sosiologis ruang public. Menurutnya, ruang publik di Inggris dan Prancis sudah tercipta sejak abad ke-18. Pada zaman tersebut di Inggris orang biasa berkumpul untuk berdiskusi secara tidak formal di warung-warung kopi (coffee houses). Mereka di sana biasa mendiskusikan persoalan-persoalan karya seni dan tradisi baca tulis.
Selanjutnya Jurgen Habermas menjelaskan bahwa ruang publik merupakan media untuk mengomunikasikan informasi dan juga pandangan. Sebagaimana yang tergambarkan di Inggris dan Prancis, masyarakat bertemu, ngobrol, berdiskusi tentang buku baru yang terbit atau karya seni yang baru diciptakan
Kebutuhan mendasar ruang public untuk wisatawan merupakan aspek penting untuk  aktivitas social mereka. Aktivitas sosial dapat diartikan sebagai kegiatan yang membutuhkan kehadiran orang lain (Zhang dan Lawson, 2009). Kegiatan ini dapat berupa perbincangan santai di pinggir jalan, bertatap muka maupun kegiatan anak-anak bermain di taman kota. Penanganan ruang publik yang kreatif dapat mendukung terbentuknya aktivitas sosial antara orang-orang yang tidak saling mengenal sebelumnya. Adanya pementasan kesenian di taman kota dapat menjadi contoh. Kegiatan-kegiatan kreatif yang diselenggarakan di ruang-ruang terbuka (baik yang bertujuan komersial maupun non-komersial) dapat mendorong warga untuk saling berbincang atau sekedar saling mengomentari kegiatan kreatif tersebut, demikian juga dengan pemasangan karya seni instalasi di ruang publik.
Oleh karena itu standar yang menjadi kebutuhan wisatawan harus diperhatikan seperti :
1.       Kenyamanan (comfort)
Terdiri dari: Faktor Lingkungan (angin, sudut datang sinar matahari, dsb). Kenyamanan Fisik (ketersediaan perabot lansekap, dsb). Kenyamanan Sosial dan Psikologi (ketenangan suasana, dsb). Dapat diindikasikan dari kenyamanan pengguna untuk menghabiskan waktu di ruang publik yang didukung oleh beberapa kondisi).
2.       Relaksasi (Relaxation )
Kenyamanan mendukung terciptanya suasana relaksasi, yang secara fisik terwujud baik melalui penataan elemen alami (pohon, aliran air, dsb) maupun pemisahan spesial antara jalur kendaraan bermotor dengan jalur pejalan kaki
3.       Penggunaan Secara Pasif (passive engagement)
Penggunaan pasif yang dilakukan oleh pengguna ruang publik adalah mengamati lingkungan. Setting spasial ruang publik harus memungkinkan pengguna untuk berhenti bergerak dan menikmati suasana yang didukung oleh perabot lansekap yang memadai.
4.       Penggunaan Secara Aktif (active engangement)
Terjadi dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang secara langsung melibatkan pengguna. Interaksi yang terjadi dalam bentuk komunikasi anta pengguna ini dapat terjadi secara spontan maupun dengan stimulus yang disebut tringulasi (Carmona, et al, 2003)
5.       Petualangan/Keanekaragaman Fitur (discovery)
Pengalaman ruang yang beragam akan meningkatkan ketertarikan orang untuk terlibat di suatu ruang publik. Pengalaman ruang ini dapat terwujud berupa desain lansekap yang unik, penampilan panorama alami yang menarik, pertunjukan kesenian, kios, dsb.

3. Korelasi antara environmental behavior of tourist dengan daerah tujuan wisata
Landasan teori : upaya memenuhi kebutuhan wisatawan dengan berbagai karakteristiknya, seperti definisi yang dikemukakan oleh Mathieson and Wall, 1982 (Gunn, 2002: 9) berikut ini:
 “Tourism is the temporary movement of people to destinations outside their normal places of work and residence, the activities undertaken during their stay in those destinations, and the facilities created to cater to their needs”.
Pariwisata adalah pergerakan sementara orang untuk tujuan luar tempat kerja normal dan tempat tinggal, kegiatan yang dilakukan selama mereka tinggal pada mereka tujuan , dan fasilitas yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Implikasi dari pergerakan wisatwan (perjalanan) harus diikuti oleh penyediaan fasilitas-fasilitas oleh masyakat yang menjadi daerah tujuan wisata seperi akomodasi, transportasi, dll. Oleh karena itu penting untuk memahami terlebih dahulu mengenai apa yang menjadi kebutuhan wisatawan
Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal, motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai berikut: (1) Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya. (2) Cultural motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. (3)Social or interpersonal motivation yaitu motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (prestice), melakukan ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya. (4) Fantasy motivation yaitu adanya motivasi di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (McIntosh, 1977 dan Murphy, 1985; dalam Pitana, 2005).
Dalam menyikapi konteks apakah tamu atau tuan rumah yang harus menyesuaikan penulis melihat ini dari sudut pandang depends on destinasi yang dikunjungi dalam Geografi Pariwisata, untuk contoh konkret penulis membandingkan perbedaan environment behavior 2 destinasi wisata yang ada di Lombok seperti :

1.       ODTW Pantai Kuta Lombok
Data lapangan menunjukkan pada destinasi tersebut terlihat bahwa Tuan rumah menyesuaikan dengan kebiasaan tamu (wisawatan ) tuan rumah mengikuti environment behavior kebaratan, dimana tuan rumah melakukan upaya pemenuhan kebutuhan wisawatan mancanegara seperti menyediakan ruang untuk tourist melakukan habbit mereka ( berciuman di area publik ) tidak ada batasan untuk membatasi ruang gerak wisatawan untuk tidak melakukan hal yang biasa mereka lakukan di daerah asal mereka.
Fasilitas yang disediakan juga mengikuti mc.donalisasi seperti menyediakan makanan dan minuman yang biasa mereka konsumsi di Negara mereka ( pizza, sphagetti, lasagna, ) untuk minuman seperti ( wine, margarita, baylish, Jamaican rum ,dll ). Jadi untuk kasus obyek wisata Pantai Kuta , tuan rumah yang menyesuaikan dengan environment behavior wisatawan
2.       ODTW Desa Wisata Sade
Berbeda dengan Pantai Kuta, Data Lapangan menjunjukkan pada destinasi desa wisata ini bahwa wisatawan yang menyesuaikan dengan aturan tuan rumah, karena pada desa wisata ini yang menjadi daya tariknya adalah nilai dari suku sasak itu sendiri (adat-istiadat, Arsitektur, Handycraft dll).  Jadi ada rasa ingin tahu dari wisatawan mengeani budaya Lombok (Sasak) yang merupakan Cultural motivation  yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain.seperti yang diungkapkan (McIntosh, 1977 dan Murphy, 1985; dalam Pitana, 2005).
Sebagai contoh sebelum memasuki Desa Wisata Sade wisatawan diharuskan memakai udeng dan kain (Adat sasak ) yang diberikan di pintu masuk dengan tujuan agar wisatawan lebih merasakan atmosfir environment behavior disana. Kemudian wisatawan bisa berkeliling di dalam sambil melihat arsitektur bangunan asli suku sasak, tidak hanya itu wisatawan juga bisa belajar cara membuat kain tenun karena di setiap 5 meter terdapat ruang untuk tuan rumah mempraktekkan cara menenun. Jadi wisatawan sangat menikmati culture yang ada disana sangat berbeda serta berbanding terbalik dengan ODTW Pantai Kuta.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Manusia mempunyai sifat yang ingin tahu tentang pariwisata, ingin tahu tentang apa; Mengapa muncul pelayanan pariwisata, dan apa gunanya pelayanan pariwisata yang baik?

             Dalam ilmu sosial (termasuk ilmu pariwisata) tidak ada kebenaran absolut. Sifat keingin tahuan disebabkan karena upaya para penstudi pariwisata untuk mencari kebenaran, keadilan, dan kebahagiaan sebagai suatu unsur hidup disiplin ilmu apapun di dunia ini. Kemuculan pelayanan pariwisata merupakan suatu posultat akan eksistensi bsinis leisure dan hospitality yang menjadi senjata utama pariwisata. Secara filosofis, pelayanan pariwisata   yang baik sebagaimana yang dimaksud merupakan salah satu unsur untuk memenuhi aspek aksiologi yang berkaitan dengan etika yaitu aspek baik dan buruknya suatu perilaku seseorang. Dengan demikian, pelayanan yang baik (quality of services) akan menghasilkan kepuasan layanan pada wisatawan baik domestic maupun mancanegara. Bilamana wisatawan puas, sejalan dengan teori manajemen arus utama bahwa kepuasan layanan akan membuat konsumen (wisatawan) loyal. Milsalnya, loyalitas...

PERIODISASI DEFINISI TOURISM

PERIODISASI DEFINISI TOURISM TAHUN 1980-1990 PERIODE BY FORMULASI 1982 James J. Spillane Pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain. 1982 Mathieson dan Wall Pariwisata sebagai "gerakan sementara orang untuk tujuan di luar tempat kerja normal dan tempat tinggal, kegiatan yang dilakukan selama mereka tinggal di tujuan tersebut, dan fasilitas diciptakan untuk memenuhi kebutuhan mereka 1982 Mathieson dan Wall Mendefinisikan pariwisata sebagai serangkaian aktivitas berupa aktivitas perpindahan orang untuk sementara waktu ke suatu tujuan di luar tempat tinggal maupun tempat kerjanya yang biasa, aktivitas yang dilakukannya selama tinggal di tempat tujuan tersebut, dan kemudaha...