Skip to main content

Teori Kebenaran Menurut Filsafat


Ada lima teori kebenaran menurut ilmu filsafat, yaitu:
1.   Teori Korespondensi ( The Corespondence Theory of Truth  )
Teori kebenaran yang pertama adalah teori korespondensi. Teori ini kadang disebut The Accordance Theory of Truth. Teori ini  menjelaskan bahwa suatu kebenaran atau sesuatu keadaan benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju  atau dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Sebagai contoh, Obyek Wisata Pantai Senggigi berada di Kabupaten Lombok Barat sekarang ini. Ini adalah sebuah pernyataan, dan apabila Obyek Wisata Pantai Senggigi berada di Kabupaten Lombok Barat, berarti pernyataan tersebut benar, sehingga pernyataan tersebut merupakan suatu kebenaran.
      Jadi berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran atau keadaan dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dengan fakta atau kenyataan yang berhubungan. Apabila keduanya terdapat kesesuaian (correspondence), maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran. Teori ini sering dianut oleh realisme atau empirisme. K. Roger adalah seorang penganut realisme kritis Amerika, dengan pendapatnya
“keadaan benar ini terletak dalam kesesuaian antara esensi atau arti yang kita berikan dengan esensi yang terdapat dalam objeknya”.
Rumusan teori ini bermula dari Aristoteles (384-322) dan disebut sebagai penggambaran yang definisinya berbunyi “veritasest adaequation intelctuset” yang artinya kebenaran adalah penyesuaian antara pikiran dan kenyataan yang kemudian teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970) pada zaman modern.

2. Teori Koherensi (The Coherence Theory of Truth)
Merupakan teori kedua dari teori kebenaran. Teori ini sering disebut The Consistense Theory of Truth. Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Suatu keputusan adalah benar apabila putusan itu konsisten dengan putusan-putusan yang lebih dulu kita terima, dan kita ketahui kebenarannya. Putusan yang benar adalah suatu putusan yang saling berhubungan secara logis dengan putusan-putusan lainnya yang relevan.
            Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu yang sering dilakukan dalam sebuah penelitian dalam pengukuran suatu pendidikan. Teori koherensi ini tidak bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori koherensi adalah pendalaman dan kelanjutan yang teliti dari teori korespondensi. Teori koherensi menganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Contoh dari teori ini misalnya apabila seseorang berbohong dalam beberapa hal, maka untuk menyelidikinya dengan menunjukkan bahwa apa yang dikatakan tidak cocok dengan hal-hal lain yang telah dikatakannya atau dikerjakannya.
            Paham koherensi tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme, seperti filsuf Britania F.H. Bradley (1846-1924). Teori ini sudah ada sejak pra Socrates, kemudian dikembangkan oleh Benedictus Spinoza dan Goerge Hegel. Penganut idealisme juga melakukan pendekatan masalah tersebut melalui epistemologinya Karena praktek sesungguhnya yang kita kerjakan tidak hanya menunjukkan bahwa ukuran kebenaran ialah keadaan saling- berhubungan, melainkan juga jawaban terhadap pertanyaan “Apakah halnya yang kita ketahui?” Hal ini memaksa kita untuk menerima paham tentang kebenaran diatas.
3. Teori Pragmatik ( The Pragmatic Theory of Truth )
     Teori yang ketiga adalah teori pragmatik. Menurut William James dalam suatu kuliahnya mengatakan bahwa pragmatik berasal dari bahasa Yunani “pragma” yang berarti tindakan atau action. Dari istilah practice dan practical dikembangkan dalam bahasa Inggris. Teori ini kadang-kadang disebut teori inherensi ( Inherent Theory of Truth ). Pandangannya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat.
     Kattsof (1986) menguraikan tentang teori kebenaran pragmatis ini bahwa penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu jenis konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman, pernyataan, itu adalah benar.
     Pragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode proyek atau metode problem solving dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan masalah yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme adalah agar manusia selalu ada didalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
       Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenaran dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workbility) dan akibat yang memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak adda kebenaran yang mutlak atau tetap, kebenarannya tergantung  pada manfaat dan akibat. Akibat atau hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah:
A.       Sesuai dengan keinginan dan tujuan.
B.        Sesuai dengan keterujian suatu eksperimen.
C.        Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada).
Teori ini diperkenalkan oleh Charles S. Pierce (1914-1939) dalam artikelnya yang berjuudul How to Make Our Ideas untuk pertama kalinya dan diikuti oleh William James dan John Dewey (1852-1859). James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsekuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsekuensi tidaklah terletak didalam ide itu sendiri, melainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teori Dewey bukanlah mengerti objek secara langsung (teori korespondensi) atau cara tidak langsung melalui kesan-kesan dari realita (teori konsistensi), melainkan mengetahui segalanya melalui praktek dalam problem solving.
Ostwald seorang kimiawan dari Leipzig pernah pula memberi kuliah filsafat dan menggunakan prinsip pragmatisme. Menurut Ostwald bahwa semua realita memberi pengaruh pada sikap dan pengaruh itulah yang  disebut dengan pengertian. Ketertarikan James dengan ajaran pragmatisme yang dikemukakan Ostwald, ia mengemukakan pula bahwa pragmatisme telah mengemukakan suatu sikap yang lengkap bagi filsafat. Apa yang dikatakan  suatu kebenaran bagi James, bahwa kebenaran adalh sebagian daropada apa yang disebut baik.
4. Teori Performatif (The Performatif Theory of Truth)
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang oleh pemegang otoritas tertentu. Contoh pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau  pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua adalah pada masa rezim orde lama berkuasa, PKI mendapat tempat dan nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan atau memiliki atribut PKI tidak berhak hidup di Indonesia. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan ilmu, Copernicus (1473-1543) mengajukan teori heliosentris dan bukan sebaliknya seperti yang difatwakan gereja. Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan dengan bukti-bukti empiris.
 Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil, dan sebagainya.
 Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebiasaan ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran
5. Teori Struktural (The Structural Theory of Truth)
          Teori ini menyatakan bawa suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas imuwan yang mengakui atau  mendukung paradigm tersebut Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan  oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Paradigma adalah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
         Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bias melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Fungsi dari paradigma adalah sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum yang tidak  tertulis. Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan secara berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian ini adalah bagian dari kompetisi diantara dua paradigma yang bersaingan dalam merebutkan kesetiaan masyarakat sains. Teori baru yang menang, akan mengalami verifikasi.
       Adanya perdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relative suatu paradigma dalam memecahkan masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual teori instrument dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan dengan pemecahan berbagai masalah.










PENUTUP
Dalam kenyataannya kini, kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atu lebih dati tiga pendekatan yaitu :
1.      yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita,
2.      yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen,
3.      yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis.
Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.
Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai teori kebenaran. Teori Kebenaran Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif Bila pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran







REFRENSI

Bawengan, G.W.1983.Sebuah Studi Tentang Filsafat.Jakarta:PT. Pradnya Paramita.
Ewing, A.C.2003.Persoalan-Persoalan Mendasar Filsafat.Yogyakarta:Pustaka     Pelajar.
Kattsoff, Louis.2004.Pengantar Filsafat.Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya.
Surajiyo. 2008.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.Jakarta:Bumi Aksara.
Internet
www.academia.edu/15668171/TEORI_KEBENARAN_DALAM_PERSPEKTIF_FILSAFAT_ILMU

Comments

Popular posts from this blog

Manusia mempunyai sifat yang ingin tahu tentang pariwisata, ingin tahu tentang apa; Mengapa muncul pelayanan pariwisata, dan apa gunanya pelayanan pariwisata yang baik?

             Dalam ilmu sosial (termasuk ilmu pariwisata) tidak ada kebenaran absolut. Sifat keingin tahuan disebabkan karena upaya para penstudi pariwisata untuk mencari kebenaran, keadilan, dan kebahagiaan sebagai suatu unsur hidup disiplin ilmu apapun di dunia ini. Kemuculan pelayanan pariwisata merupakan suatu posultat akan eksistensi bsinis leisure dan hospitality yang menjadi senjata utama pariwisata. Secara filosofis, pelayanan pariwisata   yang baik sebagaimana yang dimaksud merupakan salah satu unsur untuk memenuhi aspek aksiologi yang berkaitan dengan etika yaitu aspek baik dan buruknya suatu perilaku seseorang. Dengan demikian, pelayanan yang baik (quality of services) akan menghasilkan kepuasan layanan pada wisatawan baik domestic maupun mancanegara. Bilamana wisatawan puas, sejalan dengan teori manajemen arus utama bahwa kepuasan layanan akan membuat konsumen (wisatawan) loyal. Milsalnya, loyalitas...

Persepsi tentang Teritorialitas Dalam Konteks Tourist Enviromental Behaviour

Persepsi tentang Teritorialitas Dalam Konteks Environmental Behaviour Kaitan privasi dengan teritorial adalah bahwa perlakuan untuk memperoleh privasi secara tidak langsung membentuk adanya penandaan teritory. Kembali pada persoalan binatang dan manusia, lebih jauh malah dinyatakan bahwa faktor budaya memainkan peranan penting dalam penandaan teritory manusia yang membedakan dengan teritori pada dunia binatang (David Stea,1965). Hal yang membedakan teritori binatang dan manusia adalah bahwa manusia masih bisa untuk melayani pendatang di wilayah teritorynya dengan beberapa pengecualian (karena adanya norma budaya yang mengatur), namun binatang akan mengusir siapapun yang melanggar wilayah teritorinya.   Dalam masalah mempertahankan teritorial ini ternyata bahwa semakin intensif ditunjukkan penandaan kepemilikan teritorial ini (misalnya dengan simbol, tanda) akan dapat mengurangi rangsangan vandalism atau serangan terhadap teritori tersebut, artinya timbul rasa hormat terha...

PERIODISASI DEFINISI TOURISM

PERIODISASI DEFINISI TOURISM TAHUN 1980-1990 PERIODE BY FORMULASI 1982 James J. Spillane Pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain. 1982 Mathieson dan Wall Pariwisata sebagai "gerakan sementara orang untuk tujuan di luar tempat kerja normal dan tempat tinggal, kegiatan yang dilakukan selama mereka tinggal di tujuan tersebut, dan fasilitas diciptakan untuk memenuhi kebutuhan mereka 1982 Mathieson dan Wall Mendefinisikan pariwisata sebagai serangkaian aktivitas berupa aktivitas perpindahan orang untuk sementara waktu ke suatu tujuan di luar tempat tinggal maupun tempat kerjanya yang biasa, aktivitas yang dilakukannya selama tinggal di tempat tujuan tersebut, dan kemudaha...