Skip to main content

KONSEP DESA WISATA: SEBUAH PENGANTAR

 KONSEP DESA WISATA: SEBUAH PENGANTAR

Keberadaan desa wisata kini semakin eksis di tengah perkembangan pariwisata global saat ini. Bagaimana tidak, pundi-pundi rupiah mengalir melalui kegiatan pariwisata berbasis pedesaan. Namun demikian, desa wisata tidak semata-mata dikembangkan hanya sebatas kepentingan ekonomi, melainkan sebuah reaksi terhadap jejak-jejak negatif dari pariwisata massal seperti degradasi lingkungan, polusi budaya, polusi suara. Konsep desa wisata merupakan wujud dari pariwisata alternatif agar dapat menggunakan sumberdaya secara bijak dan tidak lagi menjadikan destinasi sebagai benteng terbuka, melainkan destinasi yang memiliki karakter, ciri khas kebudayaan lokal, sehingga tidak mudah tergerus oleh budaya asing.

Pariwisata massal juga rentan terhadap hegemoni kekuasaan, sehingga masyarakat hanya bisa mengangguk dan menaati instruksi dari kekuasaan. Padahal pengembangan pariwisata yang ideal adalah bottom-up, seperti praktik desa wisata yang diinisiasi dari masyarakat lokal itu sendiri sebagai aktor utama di sebuah destinasi. Selama ini pengembangan pariwisata selalu bersifat top-down, sehingga seringkali masyarakat termaginalisasi karena pengaruh sektor publik (pemerintah) dan sektor privat (swasta) yang sangat kuat. Oleh karena itu, konsep desa wisata diharapkan mampu merevolusi praktik-praktik pariwisata yang bersifat oportunis dan jangka pendek menjadi pariwisata berbasis masyarakat dan berkelanjutan, agar dapat memberi kontribusi positif terhadap seluruh lapisan masyarakat.

Desa wisata juga merupakan wujud dari Community Based Tourism (CBT) yang menjadikan masyarakat lebih mempunyai pengaruh dan posisi penting untuk mengelola desa wisata. Selain itu, yang paling penting adalah menumbuhkan semangat gotong royong dan rasa memiliki terhadap suatu atraksi maupun warisan budaya. Hal tersebut dikarenakan desa wisata harus memiliki produk wisata yang unik dan orisinil, sehingga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung dan mempelajari nilai-nilai dari karya alamNya maupun kebudayaan yang tersaji di desa wisata.

 Menurut Valene Smith desa wisata harus menyediakan setidaknya empat (4) syarat agar dapat berkembang dengan optimal, yakni memiliki Habitat, Heritage, History dan Handicraft yang selanjutnya disebut dengan 4H.

 

1.      Habitat

Habitat diartikan sebagai tempat tinggal khas bagi seseorang atau kelompok masyarakat yang mendiami suatu wilayah. Bentuk lahan, topografi, climate dan life style menjadi fokus pada bagian ini. Desa wisata mampu menampilkan keunikan physical geography dan human geography yang ada, sehingga memungkinkan bagi wisatawan untuk melihat daya tarik otentik yang terdapat di desa wisata.

2.      Heritage

Heritage diartikan sebagai warisan kebudayaan yang menjadi tradisi dan kebudayaan masyarakat setempat di desa wisata. Kebudayaan lokal menjadi atraksi utama desa wisata, seperti cara berpakaian, arsitektur, bahasa, dan lain sebagainya.

3.      History

History diartikan sebagai sejarah atau peristiwa yang terjadi di desa wisata, seperti cerita masa lalu, religion, local wisdom yang menjadi tradisi atau kepercayaan bagi masyarakat yang mendiami desa wisata.

4.      Handicraft

Handicraft diartikan sebagai nilai-nilai kebudayaan masyarakat setempat yang dituangkan ke dalam bentuk kebendaan fisik maupun non-fisik, seperti cinderamata, ukir-ukiran, tulisan tangan dan hasil kerajinan yang menjadi simbol dari sutau wilayah.

Comments

Popular posts from this blog

Manusia mempunyai sifat yang ingin tahu tentang pariwisata, ingin tahu tentang apa; Mengapa muncul pelayanan pariwisata, dan apa gunanya pelayanan pariwisata yang baik?

             Dalam ilmu sosial (termasuk ilmu pariwisata) tidak ada kebenaran absolut. Sifat keingin tahuan disebabkan karena upaya para penstudi pariwisata untuk mencari kebenaran, keadilan, dan kebahagiaan sebagai suatu unsur hidup disiplin ilmu apapun di dunia ini. Kemuculan pelayanan pariwisata merupakan suatu posultat akan eksistensi bsinis leisure dan hospitality yang menjadi senjata utama pariwisata. Secara filosofis, pelayanan pariwisata   yang baik sebagaimana yang dimaksud merupakan salah satu unsur untuk memenuhi aspek aksiologi yang berkaitan dengan etika yaitu aspek baik dan buruknya suatu perilaku seseorang. Dengan demikian, pelayanan yang baik (quality of services) akan menghasilkan kepuasan layanan pada wisatawan baik domestic maupun mancanegara. Bilamana wisatawan puas, sejalan dengan teori manajemen arus utama bahwa kepuasan layanan akan membuat konsumen (wisatawan) loyal. Milsalnya, loyalitas...

Persepsi tentang Teritorialitas Dalam Konteks Tourist Enviromental Behaviour

Persepsi tentang Teritorialitas Dalam Konteks Environmental Behaviour Kaitan privasi dengan teritorial adalah bahwa perlakuan untuk memperoleh privasi secara tidak langsung membentuk adanya penandaan teritory. Kembali pada persoalan binatang dan manusia, lebih jauh malah dinyatakan bahwa faktor budaya memainkan peranan penting dalam penandaan teritory manusia yang membedakan dengan teritori pada dunia binatang (David Stea,1965). Hal yang membedakan teritori binatang dan manusia adalah bahwa manusia masih bisa untuk melayani pendatang di wilayah teritorynya dengan beberapa pengecualian (karena adanya norma budaya yang mengatur), namun binatang akan mengusir siapapun yang melanggar wilayah teritorinya.   Dalam masalah mempertahankan teritorial ini ternyata bahwa semakin intensif ditunjukkan penandaan kepemilikan teritorial ini (misalnya dengan simbol, tanda) akan dapat mengurangi rangsangan vandalism atau serangan terhadap teritori tersebut, artinya timbul rasa hormat terha...

PERIODISASI DEFINISI TOURISM

PERIODISASI DEFINISI TOURISM TAHUN 1980-1990 PERIODE BY FORMULASI 1982 James J. Spillane Pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain. 1982 Mathieson dan Wall Pariwisata sebagai "gerakan sementara orang untuk tujuan di luar tempat kerja normal dan tempat tinggal, kegiatan yang dilakukan selama mereka tinggal di tujuan tersebut, dan fasilitas diciptakan untuk memenuhi kebutuhan mereka 1982 Mathieson dan Wall Mendefinisikan pariwisata sebagai serangkaian aktivitas berupa aktivitas perpindahan orang untuk sementara waktu ke suatu tujuan di luar tempat tinggal maupun tempat kerjanya yang biasa, aktivitas yang dilakukannya selama tinggal di tempat tujuan tersebut, dan kemudaha...