Dalam pengembangan Pariwisata Warisan Budaya, hal yang
menjadi fokus adalah masyarakat itu sendiri. Mengapa demikian?
karena dalam destinasi budaya misalnya saja desa wisata, yang menjadi perhatian
tourist adalah daily life, lifestyle, behaviour dan hal-hal berkaitan dengan kearifan lokal yang terdapat dalam suatu
Destinasi Wisata.
Oleh karena itu pembangunan masyarakat sanagatlah
penting agar tetap menjaga jati diri dan rasa memiliki identitas, serta menjadi
kebanggaan masyarakat dalm hal ini yakni otentisitas daya tarik wisata. Selain
itu, PCBA penting untuk pendekatan bottom
line. Artinya, proses pengembangan tersebut harus mengikutsetakan
masyarakat mulai dari proses awal hingga akhir, termasuk dalam pengambilan
keputusan (Decision Maker). Jadi dalam prosesnya, masyarakat senantiasa dilibatkan agar tercipta
lingkungan yang inclusivness, dimana
setiap prosesnya selalu transparan, dan saling menghoramati serta
berkelanjutan.
Model Partners’
Community Building Approach (PCBA) ini sendiri bukan pendekatan baru dalam
mengimplementasikan konsep Sustainable Tourim, mengingat sebelumnya terdapat
model Community Based Development (CBD)
kemudian diadopsi oleh ilmu pariwisata mejadi Community Based Tourism Development (CBTD).
Kemitraan
(partnesthip) merupakan fokus utama
dalam pengembangan pariwisata warisan budaya. Ditinjau dari model
pendekatannya, pengembangan pariwisata warisan budaya terdiri dari tiga
pendekatan yaitu conventional tourism,
historic preservation, dan community
building.
1. Conventional Tourism. Pendekatan
ini berfokus pada kewenangan (yuridiksi) pihak pemerintah dalam pengembangan
pariwisata warisan budaya. Pemerintah berupaya membuat pariwisata masal yang
berskala besar dengan mengundang pihak investor sehingga mendapatkan insentif
berupa pajak (misal, PAD melalui pajak Hotel dan Restoran). Konsekuensinya,
karena kewenangan birokrasi yang bekerjasama dengan investor tanpa
mengkutiksertakan berbagai stakeholder terutama masyarakat lokal, maka proses pengembangan
pariwisata warisan budaya tersebut memiliki dampak negatif seperti masalah sosial, kebocoran ekonomi dan degradasi lingkungan.
2. Historic Preservation. berfokus
pada pengembangan pariwisata warisan budaya yang sebisa mungkin menawarkan
keaslian daya tarik wisata. Pendekatan ini juga fokus untuk menyediakan
informasi yang rinci tentang produk wisata, fasilitas dan layanan sebagai atribut penawaran untuk menarik minat
wisatawan mengujungi daya tarik wisata warisan budaya.
3. Community
Building. Pendekatan
ini bersifat bottom-line. Artinya, proses pengembangan tersebut harus
mengikutsetakan masyarakat mulai dari proses awal hingga akhir termasuk dalam pengemabilan
keputusan. Dengan demikian, pengembangan
pariwisata warisan budaya akan menumbuhkan rasa memiliki, semangat gotong royong, agar kemudian pengembangan tidak sepenuhnya diserahkan kepada privat sektor, melainkan bersinergi dan seimbang, sehingga kerjasama tidak bersifat oportunis, melainkan simbiosis mutulalisme.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disuimpulkan bahwa tiga pendekatan di atas berifat parsial tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya dalam proses partnership dalam pengembangan Cultural
Heritage Tourism.
APRROACHES
|
COMMUNITY BUILDING APPROACH
|
||||
CONVENTIONAL TOURISM
HISTORIC PRESERVATION
COMMUNITY BUILDING APPROACH
|
VALUES GUIDING COMMUNITY BUILDING
|
||||
INCLUSIVENESS
|
TRANSPARENCY
|
TRUST
|
RESPECT
|
SUSTAINABILITY
|
|
Important value for community
building processes: fairness and efficacy
|
The process must be transparent:
people must interact according to agreed-upon and accepted rules and say what
they mean.
|
People from many different
backgrounds. In that sense, Trust is built throughout the process on the
basis of the words, actions and deliberations of the participants
|
Respect is an acknowledgment of
the equal dignity we have as complex, fallible and idiosyncratic human
beings.
|
Community building project is
sustainable depends on what happens after the funding stops, the project is
over or project still on going.
|
Comments
Post a Comment